Ikhwanul Muslimin Mesir mengatakan hukum Syariah Islam harus menjadi dasar perlembagaan baru Mesir, dan perundang-undangan harus didasarkan pada hukum jenayah Islam, demikian dikutip dari Associated Press.
Dalam sebuah pernyataannya, hari Rabu kemarin (31/10), Ikhwan mengatakan bahwa negara yang diperintah oleh Syariah islam tidak akan menjadi negara teokrasi.
Pernyataan itu tampaknya merupakan upaya untuk memperjelas posisi Ikhwan terhadap masalah negara yang paling diperdebatkan – luasnya pengaruh Islam dalam pemerintahan dan perundang-undangan.
Sekitar 100 anggota kelompok Islam yang memimpin panel yang bertugas menyusun perlembagaan baru telah menghadapi kritikan keras, terutama dari kelompok liberal yang takut adanya Islamisasi di Mesir melalui pemerintahan.
Sebuah perlembagaan baru akan menjadi langkah kunci dalam membangun Mesir kembali menggantikan rezim Mubarak, yang digulingkan tahun lalu dalam sebuah pemberontakan yang dipimpin oleh kelompok progresif.
Pertengahan bulan lalu, ketua Parti Keadilan dan Kebebasan yang baru, Saad El-Katatni berbicara tentang kemenangannya hanya sebagai “langkah pertama” terhadap banyak gol FJP yang harus dicapai.
“Kita memiliki banyak tentangan di depan, yang dimulai ketika Muhammad Mursi sebagai presiden parti, dan sekarang kita akan terus menyusuri jalan ini dalam membangun parti,” ujarnya. “Tapi keutamaan yang paling penting sekarang adalah menyatukan rakyat Mesir kembali dari semua parti dan ideologi serta bekerja bersama-sama demi kebaikan bangsa.”
Presiden baru FJP ini juga menambahkan bahwa tujuan utama parti adalah untuk menegakkan hukum Allah di Mesir.
“Ikhwanul Muslimin mendirikan parti untuk mewakili projek politik Ikhwanul Muslimin, yang pada akhirnya akan menjadi pemerintah yang bijaksana yang akan melembagakan Hukum Syariah Islam,” tegasnya.