Mengenai sebabnya manusia suka kepada ilmu khilafiah.Penghuraian bahaya perdebatan dan pertengkaran. Syarat-syarat pembolehannya.
Ketahuilah bahwa jabatan khalifah sesudah Nabi صلى الله عليه وسلم dipegang oleh khulafa' rasyidin dengan petunjuk Allah (yaitu : Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). Mereka adalah imam, ahli ilmu dan faham segala hukum Allah. Bebas mengeluarkan fatwa dan sanggup mennyelesaikan segala peristiwa hukum. Tak kisah meminta bantuan ahli-ahli hukum Islam (fuqaha'). Kalau pun ada maka amat jarang sekali, yaitu mengenai peristiwa-peristiwa yang harus dimusyawa-rahkan.
Dari itu, maka para alim ulama dapat menghadapkan perhatian dan segala kesungguhannya kepada ilmu akhirat. Menolak mengeluarkan fatwa dan apa yang ada hubungannya dengan hukum duniawi. Mereka menghadapkan diri dengan kesungguhan yang maksi-mal kepada Allah Ta'ala, sebagaimana dapat dibaca dalam riwayat hidup para alim ulama itu sendiri.
Sewaktu jawatan khalifah jatuh ke tangan golongan-golongan sesudah khulafa rasyidin itu, yang mengendalikan pemerintahan tanpa hak dan kesanggupan dengan ilmu yang berhubungan dengan fatwa dan hukum maka terpaksalah meminta tolong kepada para fuqaha' dan mengikut-sertakan mereka dalam segala hal untuk meminta fatwa waktu menjalankan hukum.
Dalam pada itu, masih ada juga diantara para ulama tabi'in, yang tetap dalam suasana yang lampau, berpegang teguh kepada tradisi agama, tidak melepaskan ciri-ciri ulama salaf (ulama terdahulu). Mereka ini bila diminta, lalu melarikan diri dan menolak. Sehingga terpaksalah para khalifah itu melakukan paksaan dalam pengang-katan anggota kehakiman dan pemerintahan.
Maka kelihatanlah kepada rakyat umum kebesaran ulama dan perhatian para pembesar dan wali negara kepada mereka. Sedang dari pihak alim ulama itu sendiri, menolak dan menjauh kan diri. Lalu rakyat umum tampil menuntut ilmu pengetahuan, ingin memperoleh kemudahan dan kemegahan mereka bertekun mempelajari ilmu yang berhubungan dengan fatwa dan hukum. Kemudian datang memperkenalkan diri kepada para wali negeri, memohonkan kedudukan dan jabatan.
Diantaranya ditolak dan ada juga yang diterima. Yang diterima tidak luput dari kehinaan meminta-minta dan mohon dikasihani. Maka jadilah para fuqaha" itu meminta sesudah tadinya diminta. Hina dengan menyembah-nyembah kepada pembesar sesudah tadinya mulia dengan berpaling dari penguasa-penguasa itu. Yang terlepas dari keadaan tersebut ialah orang-orang dari para ulama agama Allah yang memperoleh taufiq dari padaNya.
Amat besar perhatian pada masa itu kepada ilmu fatwa dan hukum kerana sangat diperlukan, baik didaerah-daerah atau di pusat pemerintahan.
Sesudah itu lahirlah dari orang-orang terkemuka dan pembesar-pembesar golongan yang suka memperhatikan percakapan manusia tentang kaedah-kaedah kepercayaan dan tertarik hatinya mendengar dalil-dalil yang dikemukakan. Maka timbullah kegemaran bertukar-pikiran dan berdebat dalam ilmu kalam. Perhatian orang banyak pun tertumpah kepada ilmu itu. Lalu diperbanyak karangan dan disusun cara berdebat. Dan dikeluarkanlah ulasan tentang mana kata-kata yang bertentangan.
Mereka mendakwakan bahwa tujuannya ialah mempertahankan agama Allah dan Sunnah Nabi saw. serta membasmi bid'ah sebagaimana orang-orang sebelum mereka ini, mendakwakan untuk agama dengan bekerja dalam lapangan fatwa dan mengurus perihal hukum. Kerana belas-kasihan kepada makhluk Tuhan dan untuk pengajaran kepada mereka.
Sesudah itu muncul lagi, dari kalangan terkemuka orang-orang yang memang tidak benar terjun ke dalam ilmu kalam dan membuka pintu perdebatan didalamnya. Sebab telah menimbulkan kefanatikan yang keji dan permusuhan yang meluap-luap, yang membawa kepada pertumpahan darah dan penghancuran negeri. Tetapi golongan ini tertarik kepada bertukar-fikiran tentang fiqih dan khusus memperbandingkan mana yang lebih utama diantara mazhab Syafi'i dan madzhab Abu Hanifah ra.
Maka manusia pun meninggalkan ilmu kalam dan bahagian-bahagiannya, terjun ke dalam masalah-masalah khilafiah antara aliran Syafi'i dan Abu Hanifah khususnya. Dan tidak begitu mementingkan apakah yang terjadi antara malik, Sulfan Ats-Tsufridan Ahmad ra. serta ulama-ulama lainnya.
Mereka mendakwakan bahwa maksudnya adalah mencari hukum agama secara mendalam, menetapkan alasan-alasan mazhab dan memberikan kata pengantar bagi pokok-pokok fatwa. Lalu diperbanyak karangan dan pemahaman hukum, disusun bermacam-macam cara berdebat dan mengarang.
Keadaan itu djteruskan mereka sampai sekarang. Kami tidak dapat menerka, apa yang akan ditaqdirkan Tuhan sesudah kami, pada masa-masa yang akan datang,
Maka inilah kiranya penggerak kepada orang sampai bertekun dalam masalah khilafiah dan perdebatan. Tidak lain!
Kalaulah condong hati penduduk dunia untuk berselisih dengan imam yang lain dari imam-imam tadi atau kepada ilmu yang lain dari bermacam-macam ilmu pengetahuan, maka golongan yang tersebut di atas akan tertarik juga dan tidak tinggal diam dengan alasan bahwa apa yang dikerjakannya itu adalah ilmu agama dan tujuannya tak lain dari pada mendekatkan diri kepada Tuhan seru sekalian alam.
Kilik disini sambungan
Kilik disini sambungan